Thursday, January 3, 2013


 Gho Clan of Pulau Tello


During the Inauguration of the Traditional Meeting Hall of Baruyu Lasara Village, Chief Amabuate mentioned in his speech about their Heritage that around the year 1835, one of their Chief’s daughters was married to a Chinese in Kampung Tionghoa of Pasar Pulau Tello. She was then honored with the title of “Nyonya Gadang”, which means “Lady from the Big House” (Chief’s House.).


The Chinese Gentleman was non other than our Great Grand Father Gho Ka Tjai from the Hok Kian province in China.
They have in total 10 children (seven sons and three daughters) as listed in the previous Blog (in Indonesian Language). Some of their Grandchildren names were mentioned in the Blog, to give the younger generation of their descendants a possibility to find out to which Family Tree they belong.. (Many of the descendants do not know anymore how they are related to each other.).


One of the sons (no 5), by the name of Gho Sim Tiok visited his children in Medan just before the 2nd worldwar (around 1940?). Shown in the picture are his daughter Tan Bee Yong with her family and his son Gho Tiauw Ho with his family. The other man in the picture is his nephew Gho Tiauw Hong with his family.




Wednesday, January 2, 2013

Marga Gho dan Laowo dari Pulau Tello / Nias

 Gho Sim Tiok ..................

Keturunan Marga Gho dan Marga Laowo dari Pulau Tello / Nias .

Pada permulaan abad ke 19 banyak pedatang (Imigran) dari Tiongkok mulai berlayar ke  Nusantara Asia Tenggara untuk mencari nafkah. Mereka menyebar ke kota2 pantai di Philipina, Kalimantan, Jawa, Malaya, Sumatra dsb., termasuk juga Pulau Nias dan pulau2 kecil disekeliling Nias, seperti Pulau Tello. Pulau ini boleh dikatakan wilayah Indonesia yang terletak paling jauh ke barat di Samudra Indonesia.

Pulau Tello yang luasnya hanya 18km2 dan terletak di “Pulau2 Batu”, yang termasuk kabupaten Nias Selatan, yang terdiri lebih dari 100 pulau2. Walaupun Pulau Tello termasuk yang kecil, pusat perdagangan dan kantor administrasi Kecamatan berada di Pulau ini.

Pada Peresmian Pemugaran Gedung Rapat Adat di Desa Baruyu Lasara pada permulaan Desember 2012, Yth Ketua Desa Pak Amabuate menceritakan tentang sejarah keturunan marga Laowo di Pulau Tello.

Menurut keterangan yang diberikan , sekitar tahun 1835 salah seorang putri ketua Desa, yang bernama  Yth. Nenek Moyang Barasi Lagasi Laowo, menikah di kampong Tionghoa, kelurahan Pasar Pulau Tello. Setelah menikah, beliau diberi kehormatan nama “Nyonya Gadang”(yang berarti nyonya yang berasal dari rumah Adat Besar).

Lelaki Tionghoa, yang menikah dengan Nyonya Gadang tidak lain adalah Yth. Kakek Moyang kami Gho Ka Tjai, yang berasal dari propinsi Hokkian di Tiongkok.

Mereka mempunyai keturunan tujuh anak lelaki dan tiga anak perempuan, seperti daftar berikut :

!. Gho Sim Eng (L) , beranak a.l. Gho Tiauw Hie, Tan Kek Kie, Gho Ang Nio dll.

2. Gho Sim Bie (L).

3. Gho Sim Tjoan (L), beranak a.l. Gho Tiauw  Hong, Gho Hai Bue dll.

4. Gho Sim Tjiong (L), beranak a.l. Gho Tiauw Liam, Gho Tiauw Tok dll.

5. Gho Sim Tiok (L), beranak a.l. Tan Bee Yong, Gho Tiauw Ho dan Gho Lee Yong.

6. Gho Sim Giok (L).

7. Gho Sim Kiat (L), beranak a.l. Gho Kim Kiat, Gho Tiauw Sioe dll.

8. Gho Pu Nio (P), dgn anak angkat Tan Bee Yong, Tan Kek Kie dan Tan Kek Tiauw.

9. Gho == Nio (P).

10. Gho Poan Nio (P), beranak a.l. Tjia Kim Kie, Tjia Teng Seng, Tjia Lian Kim dll.



Keterangan: Harap maklum bahwa:
1)      Anak Cucu dari sepuluh bersaudara ini tidak dapat kami tuliskan semuanya disini karena mencapai lebih dari seratus nama.
2)      Kalau ada kesalahan ketikan atau tulisan nama, tolong diperbaiki.
3)      Nama anak2 mereka yang disebut adalah hanya sebagian saja, supaya kalau ada cucu2 yang belum mengetahui termasuk pohon keturunan yang mana, bisa mengenalnya kalau terlihat nama Opu atau Opa/Omanya, Ayah/Ibunya ataupun Paman/Tantenya.
4)      Photo dari mereka sepuluh bersaudara yang ada pada kami hanya dari Gho Sim Tiok (nomor 5) dan Gho Poan Nio (nomor 10).



                                                                                        

Besar Harapan kami bahwa, dengan adanya tulisan di Blog ini ada saudara/saudari keturunan Gho dan Nyonya Gadang yang mau menambahkan data2 dan informasi lain ataupun Photo2 yang bersangkutan.


Terima Kasih. …… Ya’ahowu !

Tuesday, December 18, 2012

Bawomataluo

Some pictures, taken during our visit to Bawomataluo in Southern Nias Province:
1. Omo Sebua, the Chief's or Raja's "Big House".
2. The Village, one of the oldest existing from the Megalithic Cultures in Indonesia.
3. With the present Raja, His Highness Raja Wau.



http://www.niasisland.com4. Two Stonejumpers, who will perform for a small token.

Monday, December 17, 2012

It happened in Pulau Tello

It happened in Pulau Tello


During the inauguration of the renovated traditional Meeting Hall of our ancestral Village, we had the opportunity to learn about the history of our Ancestors in Pulau  Tello.

In the early 14th Century, one son of the tribal chief in Southern Nias  together with his family and friends sailed to the island of Pulau Tello, one of the Batu (Rock) islands group. There they set up a village and named it Barayu Lasara (Rocky Island) and took up the Clan name of "Laowo". The son did this so that they all will remember his Father, whose name was Laowo Wau.

In the second half of the 16th Century (around 1560), one of the Descendants by the name of  "Sobaruyu Laowo" persuaded every one in the village to help built a traditional Big House (Omo Sebua), where the Chief resided. (This Big House was pulled down in 1976 because it was damaged). Only the stone blocks have been grouped together as a monument to remember.

In the center of the village courtyard, a traditional Meeting Hall was rebuilt/renovated and was only recently completed. Hence the Inauguration Celebration.

In the early 19th Century, a number of Chinese immigrants came to Nias and Pulau Tello. Some of them became traders and Merchants and in Pulau Tello they specialised in Sea products and Copra (dried coconuts for making coconut oil).

Around the year 1835, one of the successful traders by the name of "Gho Ka Tjai" married the Chief's daughter named "Lagasi Barasi Laowo". The wedding was a traditional wedding celebration, which means that it was with the agreement of all Village elders and all the bride's family members.
The Bridegroom had to give a dowry amounting to 170 pao (=10 Gram) gold coins and donated for the celebration a total of 21 pigs.

The 8 of us, who went to attend the Inauguration celebration are the Great/Great Grandchildren of our Ancestor Gho Ka Tjai.

The Great Grand Sons : Gho Tjeng Tat and George Putrasahan.
The Great Great Grand Sons : Oei Keng Tin and  Oei Keng Hin
                                               Gho Kong Han and Gho Kong Gie
                                               Lim Tiong Gie and Lim Tiong Bu

It was a Reunion opportunity for us from overseas with our relatives, who are still living in our traditional village on the Island of Pulau Tello..

Wednesday, December 12, 2012

Marga Laowo di Pulau Tello









Marga Laowo di Pulau Tello, Nias Selatan


Dalam rangka peresmian Pemugaran Balai Adat, Peninggalan para Kakek Moyang Leluhur kami di Banua “Baruyu Lasara” di Pilau Tello pada tgl 3 Desember 2012, kami yang bertempat tinggal di daratan Sumatra sangat merasa gembira bisa bersamasama dengan saudara2 kami di Baruyu Lasara merayakan dan berpartisipasi di upacara tsb.


Sejarah Leluhur (disusun oleh Tokoh2 Adat dan Yth.Ketua Desa Amabuate Laowo)

Pada achir Abad ke 15 (sekitar 1485), seorang Kakek bersama keluarga dan sahabat2nya dari Lahusa (Kab.Nias Selatan) berlayar menuju Pulau Tello. Sesampai di pantai barat (Sorake), mereka mendarat dan menuju bukit dan bermukim disana dan membangun perkampungan ba mbanua di perbatasan Hili Molo.
Kakek pendatang tersebut bernama : Yth Kakek Moyang “Laowo Sa’a Manu” (alm)

Sekitar Tahun 1560 Masehi, salah seorang dari keturunannya bernama : Yth Kakek Moyang “Sobaruyu Laowo” (alm), menggerakan warga bersatu dalam kegiatan bersama membangun Perkampungan baru, yang diberi nama Kampung/ Banua “B aruyu Lasara”, yang sampai sekarang dihuni oleh Keturunan dari Kakek Moyang kita.

Kakek tsb. Memperanakan seorang diantaranya bernama : Yth Kakek Moyang “Eho Mbanua” (alm), yang meninggalkan 3 anak lelaki bernama :

1     Kakek Moyang Sihono Laowo (alm)
2     Kakek Moyang Awoni Laowo  (alm)
3     Kakek Moyang Rurumbowo   (alm)


Di permulaan Abad ke 17 (sekitar 1605), Yth Kakek Moyang Sihono Laowo (alm) membangun Rumah Besar (Rumah Adat Nifolasara), yang pertapakannya disebelah Timur dari halaman perkampungan. Demikian juga Yth Kakek Moyang Awoni Laowo membangun Rumah Adat ,yang sama besarnya, yang pertapakannya disebelah utara, pertengahan rumah2 warga.
Di pertengahan halaman dibangun tempat persidangan rapat yang disusun dari batu2 besar dan kursi batu. Pemugaran tempat persidangan ini berlangsung selama dua setengah tahun sampai Penyelesaiannya.

[ Sekitar tahun 1976 Rumah Besar tsb. runtuh. Sampai sekarang hanya batu2 pertapakannya telah disusun sebagai Tugu Peringatan].

Pelaksanaan Perkawinan Adat.

Disekitar Tahun 1835 Masehi, Yth Nenek Lagasi Barasi Laowo menikah dengan Yth Kakek Gho Ka Tjai dikampung Tionghoa, kelurahan Pasar Tello. Perkawinan tersebut berstatus; “Tome Nitema Nidoli Wazi” ( Pesta yang diterima oleh Wali2).

Pelaksanaan Jujuran:
Pertama: Bowo Mbulu, yang seluruhnya berjumlah 170 Pao Emas (1 Pao = 10 Gram).
Kedua : Bowo Wiga yang berjumlah 21 ekor Babi.



*** Selama kunjungan kami ke Bawomataluo (Nias Selatan) pada tgl 4 Desember 2012, Yth Raja Wau menceritakan diwaktu dahulu memang ada seorang putranya  Yth Raja Laowo Wau, yang berlayar bersama sahabat2nya ke Pulau Tello dan disana mendirikan sebuah perkampungan dan mereka memilih nama Marganya “Laowo” supaya mereka tetap akan ingat kepada Raja , yang berkuasa pada waktu itu.
Ini adalah salah satu keterangan tentang hubungannya Marga Laowo di Pulau Tello dengan Kerajaan yang ada di Bawomataluo itu.


*** Hubungan persaudaraan kami yang tinggal di daratan Sumatra dengan saudara2 di Baruyu Lasara dapat kami ketahui dari :
Cerita dan uraian seperti diatas oleh Pak Amabuate Laowo,
Pak Fohayama yang masih ingat kepada Pak.Keng Tin dari masa sekolah mereka.
Pak Keng Tin, Keng Hin dan Kong Han, yang masih ingat pada nama panggilan   “OPU” atau Kakek kepada Kakek Elisa, yang sepantaran dengan Kakeknya Keng Tin, yang bernama Tan Kek Kie.


*** Karangan diatas disusun ulang dengan pengetahuan terbatas oleh: George Putrasahan dan Oei Keng Tin (Agustin).
Kami mengharapkan agar semua Keturunan Nenek Moyang kita, yang berada dimana saja dapat mengetahui Sejarah Leluhur kita di Pulau Tello.
Kalau ada yang dapat mengkoreksi ataupun menambah informasi yang tercatat diatas ini, kami akan senang menerimanya.

Ya’ahowu…..