Some pictures, taken during our visit to Bawomataluo in Southern Nias Province:
1. Omo Sebua, the Chief's or Raja's "Big House".
2. The Village, one of the oldest existing from the Megalithic Cultures in Indonesia.
3. With the present Raja, His Highness Raja Wau.
http://www.niasisland.com4. Two Stonejumpers, who will perform for a small token.
Tuesday, December 18, 2012
Monday, December 17, 2012
It happened in Pulau Tello
It happened in Pulau Tello
During the inauguration of the renovated traditional Meeting Hall of our ancestral Village, we had the opportunity to learn about the history of our Ancestors in Pulau Tello.
In the early 14th Century, one son of the tribal chief in Southern Nias together with his family and friends sailed to the island of Pulau Tello, one of the Batu (Rock) islands group. There they set up a village and named it Barayu Lasara (Rocky Island) and took up the Clan name of "Laowo". The son did this so that they all will remember his Father, whose name was Laowo Wau.
In the second half of the 16th Century (around 1560), one of the Descendants by the name of "Sobaruyu Laowo" persuaded every one in the village to help built a traditional Big House (Omo Sebua), where the Chief resided. (This Big House was pulled down in 1976 because it was damaged). Only the stone blocks have been grouped together as a monument to remember.
In the center of the village courtyard, a traditional Meeting Hall was rebuilt/renovated and was only recently completed. Hence the Inauguration Celebration.
In the early 19th Century, a number of Chinese immigrants came to Nias and Pulau Tello. Some of them became traders and Merchants and in Pulau Tello they specialised in Sea products and Copra (dried coconuts for making coconut oil).
Around the year 1835, one of the successful traders by the name of "Gho Ka Tjai" married the Chief's daughter named "Lagasi Barasi Laowo". The wedding was a traditional wedding celebration, which means that it was with the agreement of all Village elders and all the bride's family members.
The Bridegroom had to give a dowry amounting to 170 pao (=10 Gram) gold coins and donated for the celebration a total of 21 pigs.
The 8 of us, who went to attend the Inauguration celebration are the Great/Great Grandchildren of our Ancestor Gho Ka Tjai.
The Great Grand Sons : Gho Tjeng Tat and George Putrasahan.
The Great Great Grand Sons : Oei Keng Tin and Oei Keng Hin
Gho Kong Han and Gho Kong Gie
Lim Tiong Gie and Lim Tiong Bu
It was a Reunion opportunity for us from overseas with our relatives, who are still living in our traditional village on the Island of Pulau Tello..
Wednesday, December 12, 2012
Marga Laowo di Pulau Tello
Marga Laowo di Pulau Tello, Nias Selatan
Dalam rangka peresmian Pemugaran
Balai Adat, Peninggalan para Kakek Moyang Leluhur kami di Banua “Baruyu Lasara” di Pilau Tello pada tgl
3 Desember 2012, kami yang bertempat tinggal di daratan Sumatra sangat merasa
gembira bisa bersamasama dengan saudara2 kami di Baruyu Lasara merayakan dan
berpartisipasi di upacara tsb.
Sejarah Leluhur (disusun oleh
Tokoh2 Adat dan Yth.Ketua Desa Amabuate
Laowo)
Pada achir Abad ke 15 (sekitar
1485), seorang Kakek bersama keluarga dan sahabat2nya dari Lahusa (Kab.Nias Selatan)
berlayar menuju Pulau Tello. Sesampai di pantai barat (Sorake), mereka mendarat
dan menuju bukit dan bermukim disana dan membangun perkampungan ba mbanua di perbatasan Hili Molo.
Kakek pendatang tersebut bernama
: Yth Kakek Moyang “Laowo Sa’a Manu”
(alm)
Sekitar Tahun 1560 Masehi, salah
seorang dari keturunannya bernama : Yth Kakek Moyang “Sobaruyu Laowo” (alm), menggerakan warga bersatu dalam kegiatan
bersama membangun Perkampungan baru, yang diberi nama Kampung/ Banua “B aruyu Lasara”, yang sampai sekarang
dihuni oleh Keturunan dari Kakek Moyang kita.
Kakek tsb. Memperanakan seorang
diantaranya bernama : Yth Kakek Moyang “Eho
Mbanua” (alm), yang meninggalkan 3 anak lelaki bernama :
1 Kakek Moyang Sihono Laowo (alm)
2 Kakek Moyang Awoni Laowo (alm)
3 Kakek Moyang Rurumbowo (alm)
Di permulaan Abad ke 17 (sekitar
1605), Yth Kakek Moyang Sihono Laowo (alm) membangun Rumah Besar (Rumah Adat Nifolasara), yang
pertapakannya disebelah Timur dari halaman perkampungan. Demikian juga Yth
Kakek Moyang Awoni Laowo membangun Rumah Adat ,yang sama besarnya, yang
pertapakannya disebelah utara, pertengahan rumah2 warga.
Di pertengahan halaman dibangun tempat persidangan rapat yang disusun
dari batu2 besar dan kursi batu. Pemugaran tempat persidangan ini berlangsung
selama dua setengah tahun sampai Penyelesaiannya.
[ Sekitar tahun 1976 Rumah Besar
tsb. runtuh. Sampai sekarang hanya batu2 pertapakannya telah disusun sebagai
Tugu Peringatan].
Pelaksanaan Perkawinan Adat.
Disekitar Tahun 1835 Masehi, Yth
Nenek Lagasi Barasi Laowo menikah
dengan Yth Kakek Gho Ka Tjai
dikampung Tionghoa, kelurahan Pasar Tello. Perkawinan tersebut berstatus; “Tome Nitema Nidoli Wazi” ( Pesta yang
diterima oleh Wali2).
Pelaksanaan Jujuran:
Pertama: Bowo Mbulu, yang seluruhnya berjumlah 170 Pao Emas (1 Pao = 10 Gram).
Kedua : Bowo Wiga yang berjumlah 21
ekor Babi.
*** Selama kunjungan kami ke Bawomataluo (Nias Selatan) pada tgl 4
Desember 2012, Yth Raja Wau
menceritakan diwaktu dahulu memang ada seorang putranya Yth Raja
Laowo Wau, yang berlayar bersama sahabat2nya ke Pulau Tello dan disana
mendirikan sebuah perkampungan dan mereka memilih nama Marganya “Laowo” supaya mereka tetap akan ingat
kepada Raja , yang berkuasa pada waktu itu.
Ini adalah salah satu keterangan
tentang hubungannya Marga Laowo di Pulau Tello dengan Kerajaan yang ada di
Bawomataluo itu.
*** Hubungan persaudaraan kami
yang tinggal di daratan Sumatra dengan saudara2 di
Baruyu Lasara dapat kami ketahui dari :
Cerita dan uraian seperti diatas
oleh Pak Amabuate Laowo,
Pak Fohayama yang masih ingat kepada Pak.Keng Tin dari masa sekolah mereka.
Pak Keng Tin, Keng Hin dan Kong Han, yang masih ingat pada nama
panggilan “OPU” atau Kakek kepada Kakek
Elisa, yang sepantaran dengan Kakeknya Keng Tin, yang bernama Tan Kek Kie.
*** Karangan diatas disusun ulang
dengan pengetahuan terbatas oleh: George Putrasahan dan Oei Keng Tin (Agustin).
Kami mengharapkan agar semua
Keturunan Nenek Moyang kita, yang berada dimana saja dapat mengetahui Sejarah
Leluhur kita di Pulau Tello.
Kalau ada yang dapat mengkoreksi
ataupun menambah informasi yang tercatat diatas ini, kami akan senang
menerimanya.
Ya’ahowu…..
Subscribe to:
Posts (Atom)